Jadilah Lebih Dekat
Sudah menjadi suatu sunnatullah setiap kita, organisasi, perusahaan, lingkungan kita dan semua makhluk dalam kerangka dimensi waktu kehidupan akan selalu membutuhkan perubahan, peningkatan dan pergerakan untuk menjadi ke sesuatu yang lebih baik.
Makanya dalam konsep produktivitas kehidupan organisasi/perusahaan akan berlaku prinsip dimana perolehan keuntungan hanya akan dapat dicapai apabila kita dapat melakukan aktivitas dan proses pada waktu sekarang dengan lebih baik dari waktu sebelumnya. Sebaliknya indikator kerugian akan jelas terlihat jika aktivitas proses waktu sekarang kita lakukan adalah lebih kurang sama dibanding waktu sebelumnya, apabila ternyata aktivitas tersebut lebih buruk, maka organisasi/perusahaan seharusnya bersiap untuk menerima kehancuran.
Fenomena ini, ternyata dalam konteks yang lebih luas mencerminkan suatu wujud kedinamisan dan makna perlakuan yang serius terhadap upaya pencapaian peningkatan yang tiada akhirnya, dan itu harus dilakukan oleh segenap aspek kehidupan organisasi/perusahaan, tanpa terkecuali.
Tentunya tidak perlu heran, jika proses dan upaya peningkatan ini disikapi secara positif dan dilakukan oleh setiap organisasi/perusahaan akan membawa iklim kompetisi sehat secara makro dimana setiap organisasi/ perusahaan akan berlomba untuk menjadi yang terbaik.
Dalam konteks Manajemen Mutu, Konsep inilah sebenarnya yang menciptakan suatu perkembangan atau sejarah evolusi mutu seiring dengan dinamika peta persaingan itu sendiri.
Awalnya, jika keberadaan suatu pasar dengan pemain tunggal akan cenderung menghasilkan organisasi/ perusahaan dengan sistem budaya tanpa konsep mutu, sistem ini akan menjadikan organisasi/perusahaan terjebak dalam pola fikir produsen oriented, memproduksi produk/jasa hanya dari sisi kepentingan organisasi/perusahaan dan bahkan sama sekali mengabaikan kepentingan pelanggan. Dalam sudut ekstrim, sistem budaya ini, dapat melahirkan tingkat pelayanan yang bisa dikategorikan sebagai produk/jasa ‘criminal’, dimana kita sebagai pelanggan bahkan cenderung untuk dirugikan. Contoh yang paling nyata, dan anda tentunya masih dapat merasakannya pada saat menggunakan armada bis kota, kereta api kelas ekonomi, dan beberapa jenis produk lain.
Seiring dengan perkembangan persaingan yang semakin meningkat, dimana kehadiran sosok pemain tunggal di sebuah pasar sudah tidak memungkinkan lagi, menciptakan sebuah kondisi dimana produsen mau tidak mau harus bisa berorientasi kepada produknya, dengan melakukan aktivitas ‘Inspeksi’ produk pada proses final, sebelum produk di lepas.
Era inspeksi ini kemudian berkembang menjadi sebuah konsep “Quality Control (QC)’ yang sudah mempertimbangkan masalah mutu produk tidak hanya pada saat outgoing produk, tapi inspeksi juga dilakukan saat incoming raw material, dan in-processnya. Intinya dengan konsep ini organisasi/perusahaan dituntut untuk memfokuskan diri pada aspek pengawasan dan pengukuran hasil.
Ternyata ‘bergaining positition’ dari pelanggan menuntut organisasi/perusahaan untuk merubah produk oriented menjadi customer oriented, dimana pelanggan membutuhkan konsistensi produk/jasa, hal ini akhirnya menciptakan sebuah konsep yang dikenal dengan istilah ‘Quality Assurance (QA)’, sebuah cara yang lebih sistemetis dan terorganisir dalam memastikan apa yang dipersyaratkan pelanggan memang benar-benar dapat dipenuhi, termasuk dalam peningkatan proses dengan analisa statistiknya.
Keberhasilan pemastian mutu dengan prinsip konsistensi telah membawa pola organisasi/ perusahaan untuk lebih fokus kepada pendekatan pencegahan dan prilaku, yang pada perkembangannya mengarah kepada suatu totalitas sistem yang dikenal dengan “Total Quality Management (TQM)”, dengan konsep ini organisasi/perusahaan dipacu untuk ber-improve secara berkelanjutan, melalui employee empowerment dan involvement of people, team accountability serta customer – supplier focus dan keunggulan kepemimpinan mutu. Dengan konsep TQM organisasi/perusahaan akan memperoleh keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan kondisi dan situasi dunia bisnis yang sudah mengarah kepada tingkat yang sangat intent, cepat dan hipercompetitive menuntut pemikiran baru dalam pendefinisian dan praktek sistem manajemen mutu untuk lebih bisa beradaptasi dengan arus gejolak tersebut disamping perkembangan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta pihak terkait.yang lebih dinamis dan menghendaki pendekatan yang lebih inovatif.
Perkembangan konsep mutu, pada era inspeksi, era Quality Control (QC), era Quality Assurance (QA) menjadi Total Quality Management (TQM), ternyata masih menyisakan banyak pekerjaan rumah dengan berbagai permasalahan yang terjadi dan perlu segara dicarikan solusinya antara lain yaitu :
Bergerak dari Pemasalahan – permasalahan tersebut, adalah Paul Elsner sekitar tahun 1990, memperkenalkan sebuah paradigma dengan menciptakan sebuah pendekatan baru dalam sistem manajemen mutu, yaitu “Quantum Quality (QQ)”
Quantum Quality (QQ) merupakan proses yang membuat terjadinya suatu lompatan dari suatu tingkatan mutu yang ada pada suatu organisasi/perusahaan ke suatu yang lain, dengan melakukan upaya pencapaian yang signifikan melalui tiga jalan yaitu :
Dengan malakukan lompatan-lompatan tersebut secara sistematis, maka organisasi/perusahaan akan lebih mampu untuk mencapai tidak hanya kepuasan bagi pelanggan tapi lebih dari itu kegembiraan (delighting) bagi pelanggan dan bagi pihak terkait.
Karena merupakan bentuk evolusi dalam mutu, QQ tentunya juga meliputi dan menganjurkan penggunaan alat-alat dan metodologi dari QA dan TQM, walaupun tentunya QQ akan lebih mempertimbangkan unsur keterlibatan karyawan secara lebih dalam, pemahaman yang lebih dinamis terhadap nature mutu dan pertumbuhan yang berkelanjutan pada masa kini.
Sebagai sebuah paradigma baru, QQ akan tampil dalam dimensinya sendiri secara unik, termasuk mind set, prinsip-prinsip dan isu-isu manajemen. Bagaimanapun QQ adalah inovasi, yang secara tidak langsung adalah sama dengan kedinamisan dalam pengembangan dan penerapan.
Dengan QQ, organisasi/perusahaan akan mengupayakan lompatan besar ataupun langkah kecil dengan cara yang baru dan melakukannya dengan cara yang berbeda untuk menjadi lebih baik. Lompatan besar dapat dibentuk dari gabungan dari upaya peningkatan yang berkelanjutan yang keseluruhannya terfokus pada satu aktivitas ebagai lompatan jangka pendek) atau dapat merupakan sesuatu trobosan yang lebih lengkap dari masa lalu.
Dengan QQ, organisasi/perusahaan juga akan melakukan terobosan-terobosan dalam produk, layanan dan peningkatan proses melalui target-target yang lebih baik, lebih termotivasi, lebih kreatif dan lebih responsif. Dengan kata lain QQ menghendaki organisasi/perusahaan bekerja secara lebih cerdas (smarter), lebih pantas (richer), lebih baik (better) dan lebih sehat (healthier).
Secara lebih lanjut kunci sukses untuk menerapkan QQ membutuhkan perubahan paradigma dari segenap personil di organisasi/perusahaan dengan memfokuskan diri pada 4 (empat) dimensi berikut :
Keempat dimensi sukses tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. LEARNING
Tanpa proses belajar, sulit dibayangkan apa jadinya kehidupan organisasi/perusahaan yang semakin hari semakin kompleks. Konsep pembelajaran sebenarnya mengajak seluruh anggota organisasi/perusahaan untuk selalu mencari yang lebih baik, tidak pernah berhenti dan puas dengan apa yang sudah ada.
Dalam dimensi ini, QQ menuntut keberadaan sebuah organisasi/ perusahaan belajar yang menempatkan ide peningkatan berkelanjutan secara sungguh-sungguh. Keberhasilan konsep pembelajaran ini tentunya harus dimulai dari para ‘individual learner’ untuk kemudian akan membentuk sebuah komunitas belajar dalam organisasi/perusahaan dan dalam tingkat yang lebih dewasa akan menciptakan suatu organisasi/ perusahaan pembelajar yang inovatif (innovative learning organization).
Aktivitas pembelajaran juga termasuk membiarkan para karyawan untuk mencoba sesuatu cara yang baru dan kadangkala belajar dari kesalahan yang diperbuatnya.
Dalam hal ini juga patut dipertimbangkan bahwa banyak organisasi/perusahaan masih mengalami beberapa kendala antara lain : masih belum bisa open minded (mau mendengar dan tidak memonopoli kebenaran) ; Budaya belajar yang rendah ; Kekhawatiran akan ketidakmampuan ; kurangnya dukungan manajemen dan ketidakmampuan tekhnik belajar.
2. VALUES
Dalam QQ nilai-nilai yang mendasar dari setiap manusia yang terlibat dalam organisasi/perusahaan merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dalam upaya menghasilkan tingkatan terobosan-terobosan dalam menciptakan proses peningkatan, kegembiraan pelanggan dan komitmen personel.
QQ menuntut organisasi/perusahaan agar memandang nilai seorang karyawan dari sisi manusiawi, yang memang secara utuh terdiri atas faktor intelektual, fisik dan juga spiritualnya. Dari sisi ini jelas para karyawan pasti memiliki suatu kepercayaan, ketentraman jiwa, sikap positif, cinta dan perhatian.
Tugas utama organisasi/perusahaan sebenarnya adalah mengupayakan penghargaan dan mengoptimalkan ‘nilai karyawan’ tersebut melalui pengembangan prilaku adaptif dan responsif dalam mengarahkan kompentensi inti, motivasi, wawasan dan inovasi secara berkelanjutan dari segenap personil di dalam organisasi/perusahaan sehingga terbentuk pola budaya kerja keras, cerdas dan ikhlas menuju nilai-nilai bisnis yang ditargetkan berupa mutu, kreatifitas, komunikasi, keunggulan dan pelayanan.
3. CREATIVITY
Penyempurnaan konsep QQ adalah melalui dukungan dalam prinsip ‘saling ketergantungan (individu-kelompok – tim – organisasi/perusahaan – bisnis – negara – dunia). Dukungan bukan hanya berarti ‘bertahan hidup’ tapi juga berarti ‘tumbuh dan berkembang’ yang menuntut suatu kemajuan dari sistem yang ada sekarang, dengan demikian faktor kreatifitas merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi/perusahaan dalam perkembangannya.
Dengan demikian faktor kreativitas dalam konsep TQM yang menekankan ‘segala sesuatu dilakukan dengan benar sejak pertama’ disempurnakan oleh QQ menjadi ‘lakukan segala sesuatu secara berbeda dan lakukan sesuatu yang lebih baik dengan cara yang lebih baik’
Begitu pula pengertian ‘nilai mutu’ yang berarti standar, spesifikasi dan kontrol harus diartikan sebagai suatu terobosan, tantangan dan kemungkinan baru. Perumusan rencana dan pemecahan masalah seharusnya dipandang sebagai kreatifitas kepemimpinan dan keahlian berfikir guna memecahkan masalah.
QQ menuntut kita untuk menguasai pola fikir (mind-set) dalam konteks untuk membangkitkan kemunculan ide-ide melalui gaya inovasi yang berbeda yang sebenarnya dimiliki oleh setiap personel dalam organisasi/ perusahaan yang meliputi :
Dengan gaya tersebut akan membantu setiap individu untuk memilih secara strategis pendekatan yang disukai dan tekhnik pembangkitan ide secara kreatif.
Disisi lain dengan keanekaragaman gaya inovasi, kita bisa mengembangkan lingkungan kerja dengan team work yang lebih kuat dan lebih komprehensif dalam pencapaian kreativitas.
4. SUSTAINABILITY
Sebagaimana kata ‘kesehatan’ tidak hanya berarti ‘tidak sakit’ tapi lebih dari itu ia sebenarnya berarti ‘selalu dalam kondisi prima’, demikian pula sustainable berarti ‘berkembang dengan baik’ bukan sekedar ‘bertahan’. Dengan konsep ini sebenarnya organisasi/perusahaan diajak untuk memahami secara normal bahwa semua permasalah adalah sebagai suatu tantangan dalam persaingan.
Pengembangan yang berkalanjutan menuntut suatu organisasi/ perusahaan untuk melakukan suatu kemajuan dalam sistem saat ini sama sebagaimana caranya organisasi/perusahaan dalam upaya menghindari kerugian/kehancuran. Pengembangan berkelanjutan ini juga harus secara tetap dapat mempertinggi prospek jangka panjang organisasi/perusahaan.
Persyaratan bagi peningkatan keberlanjutan adalah sebuah kebenaran akan kesepakatan bersama, untuk mengarahkan setiap individu bersama nilai-nilainya dalam suatu tim untuk mengambil semua tanggung jawab dalam setiap kegiatan penting termasuk dalam mengupayakan pemfokusan, komiten untuk menemukan solusi kreatif ats masalah-masalh mutu menuju suatu tujuan jangka panjang.
Dalam hubungan secara lebih luas, dengan konsep ini, QQ menuntut organisasi/perusahaan untuk tidak saja membina kekuatan hubungan baik antara pelanggan – pemasok, melainkan termasuk dengan para kompetitor.
Dengan memiliki suatu keunggulan berlanjut, suatu organisasi/ perusahaan berarti telah ‘melayani pelanggannya secara lebih baik dari yang lainnya’, bukan berarti ‘memukul kompetitor’, meskipun kelihatan mirip, perbedaannya cukup jauh – yaitu antara ‘belajar langsung dari pelanggan’ dengan ‘belajar dari pesaing’.
Keberhasilan dalam penerapan QQ di suatu organisasi/perusahaan tentunya sangat dipengaruhi dengan kebutuhan akan sebuah upaya untuk melayani pelanggan dengan ha-hal dan cara-cara baru, memperbaharui cara kerja dengan lebih efisien, mengembangkan produk dan pelayanan baru serta rekayasa ulang, dan untuk mencapai itu semua jelas dibutuhkan sebuah metode kreatif pula.
Model pada gambar 2 adalah sebuah proses perjalanan kreatif di dalam mewujudkan konsep QQ pada sebuah organisasi/perusahaan.
Dimulai dengan adanya sebuah ‘tantangan’, organisasi/perusahaan harus menetapkan suatu tujuan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan / stakeholder sesuai dengan kepentingan organisasi/perusahaan, sebuah penjabaran dalam pengelolaan ketidakpastian diperlukan dalam fase ini, termasuk upaya untuk meminimalkan segala macam resiko yang mungkin terjadi. Intinya, sebuah organisasi/ perusahaan dituntut untuk melakukan perencanaan dengan sebaik dan sedetail mungkin, falsafahnya mengatakan ‘jika organisasi/perusahaan anda gagal dalam merencanakan sesuatu, maka sesungguhnya anda telah merencanakan kegagalan’.
Selanjutnya, organisasi/perusahaan harus mampu untuk ‘memusatkan perhatiannya’ pada aspek internal organisasi/perusahaan melalui upaya penyesuaian atas tujuan yang telah ditetapkan dengan karakter personil dan budaya yang ada, hal ini harus dilakukan dengan mengembangkan kreatifitas dan kompentensi staf, termasuk efektifitas komunikasi dua arah. Fokus perhatian juga dilakukan dengan memperdalam analisa masalah dalam suatu perspektif kesisteman, artinya urutan, keterkaitan dan integritas dan semua faktor dalam system harus menjadi pertimbangan analisa.
Bergerak dari permasalahan secara kesisteman, organisasi/perusahaan dituntut pula mencari ‘solusi kreatif’ dengan menciptakan berbagai pilihan dengan strategi-strategi yang berbeda, tentunya salam tahap ini peran gaya-gaya inovasi akan sangat membantu menambah semakin banyaknya alternative, yang akan menciptakan semakin banyak pilihan kreatif. Penentuan solusi terbaik hendaknya diambil melalui persetujuan secara cepat dengan didasari oleh nilai-nilai kelompok, termasuk komitmen di dalam melaksanakan tindakan.
Jika sudah ditetapkan solusi, maka peran para pemimpin dan manajemen pada segenap level organisasi/perusahaan akan sangat menentukan tahap pelaksanaannya. Dalam tahapan ini tentunya dituntut fungsi dari aspek kepemimpinan dalam mengupayakan keterlibatan seluruh personel diiringi dengan upaya pemantauan dan peran keteladanan sehingga nilai-nilai yang ada pada tiap diri personel akan tumbuh menjadi suatu dorongan yang kuat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Aspek akhir yang tidak boleh ditinggalkan oleh organisasi/ perusahaan adalah dalam memfokuskan penghargaan pada proses pembelajaran dari segenap perjuangan untuk melakukan terobosan dan peningkatan – termasuk dalam memeriahkan keberhasilan, tentunya.
Secara lebih mendalam, sebagai penjabaran dari model diatas, untuk keberhasilan dan mempercepat proses peningkatan mutu dalam penerapan QQ di suatu organisasi/perusahaan terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dan dikelola yaitu :